RI Kalahkan Jepang 2030.
( Stanchart )
Pada 2030, ekonomi Indonesia bukan sekedar menggeser Jerman, Prancis, Rusia dan Inggris.
VIVAnews - Optimisme Indonesia sebagai calon kekuatan ekonomi dunia baru kian merebak. Kali ini, keyakinan itu datang dari bank nomor satu di Inggris, Standard Chartered Bank yang memperkirakan kekuatan ekonomi Indonesia akan mengalahkan Jepang pada 2030.
Dalam laporan khusus Stanchart berjudul "The Super-Cycle Report" yang baru saja dipublikasikan 15 November ini, bank terkemuka internasional itu menilai dunia tengah berada dalam sebuah kelanjutan periode waktu dari pertumbuhan ekonomi tinggi yang mereka sebut dengan istilah super-cycle.
Menurut Dr. Gerard Lyons, Chief Economist and Group Head of Global Research Stanchart, sebuah super-cycle berarti akan terjadi potensi terbalik dalam hal pertumbuhan global yang kuat. Ini juga tak terlepas dari fakta bahwa negara-negara berkembang akan menjadi pendorong utama pertumbuhan, sedangkan negara barat memiliki kemampuan untuk mendapatkan keuntungan dari perubahan ekonomi global dengan beradaptasi dan berubah.”
Pertumbuhan kuat dimulai sejak tahun 2000 dan akan berlangsung hingga beberapa dekade mendatang. "Pada 2030, volume perekonomian global akan mencapai lebih dari US$300 triliun," demikian laporan tersebut. Volume ini naik dibandingkan posisi saat ini sebesar US$62 triliun.
Yang lebih menarik, kata laporan itu, negara-negara berkembang akan dapat melampaui negara maju dengan lebih baik. Akibatnya, keseimbangan kekuatan global ekonomi akan bergeser tegas dari Barat ke Timur. Pemicunya adalah peningkatan perdagangan, terutama pada pasar-pasar dari negara berkembang, industrialisasi yang pesat, urbanisasi dan meningkatnya masyarakat kelas menengah di negara berkembang.
"Asia akan mendorong sebagian besar dari pertumbuhan global selama 20 tahun ke depan," kata Stanchart. Asia yang kerap disebut adalah China, India dan Indonesia.
Pada saat itu, taraf hidup yang diukur dengan pendapatan per kapita riil, akan meningkat sembilan kali lipat di China dan India antara tahun 2000 dan 2030. Peningkatan penghasilan pribadi akan mendorong miliaran orang masuk kelas menengah dan meningkatnya konsumsi akan memacu pertumbuhan ekonomi domestik.
Tingkat pertumbuhan ekonomi China akan menjadi 6,9 persen selama dua dekade mendatang, bahkan menyalip Amerika Serikat untuk sebagai negara adidaya ekonomi dunia dalam satu dekade, yakni pada 2020. Pertumbuhan ekonomi India naik 9,3 persen dalam periode yang sama dan mengekori Amerika Serikat sebagai perekonomian terbesar ketiga pada 2030.
Bagaimana dengan Indonesia?
Menurut laporan tersebut, dalam satu dekade mendatang, Indonesia akan menempati posisi kesepuluh sebagai kekuatan ekonomi dunia. Indonesia berada di bawah Jerman, Prancis, Rusia dan Inggris yang berada di urutan keenam hingga kesembilan.
Namun, pada satu dekade berikutnya atau 2030, Indonesia bukan hanya mengalahkan empat negara tersebut. Indonesia bahkan akan mengalahkan Jepang yang sekarang merupakan kekuatan ekonomi terbesar ketiga dunia setelah Amerika dan China.
Pada saat itu, Indonesia berada di posisi kelima dunia dengan produk domestik bruto US$9,3 triliun sedangkan Jepang di urutan keenam dengan PDB US$8,4 triliun.
Dalam laporan khusus Stanchart berjudul "The Super-Cycle Report" yang baru saja dipublikasikan 15 November ini, bank terkemuka internasional itu menilai dunia tengah berada dalam sebuah kelanjutan periode waktu dari pertumbuhan ekonomi tinggi yang mereka sebut dengan istilah super-cycle.
Menurut Dr. Gerard Lyons, Chief Economist and Group Head of Global Research Stanchart, sebuah super-cycle berarti akan terjadi potensi terbalik dalam hal pertumbuhan global yang kuat. Ini juga tak terlepas dari fakta bahwa negara-negara berkembang akan menjadi pendorong utama pertumbuhan, sedangkan negara barat memiliki kemampuan untuk mendapatkan keuntungan dari perubahan ekonomi global dengan beradaptasi dan berubah.”
Pertumbuhan kuat dimulai sejak tahun 2000 dan akan berlangsung hingga beberapa dekade mendatang. "Pada 2030, volume perekonomian global akan mencapai lebih dari US$300 triliun," demikian laporan tersebut. Volume ini naik dibandingkan posisi saat ini sebesar US$62 triliun.
Yang lebih menarik, kata laporan itu, negara-negara berkembang akan dapat melampaui negara maju dengan lebih baik. Akibatnya, keseimbangan kekuatan global ekonomi akan bergeser tegas dari Barat ke Timur. Pemicunya adalah peningkatan perdagangan, terutama pada pasar-pasar dari negara berkembang, industrialisasi yang pesat, urbanisasi dan meningkatnya masyarakat kelas menengah di negara berkembang.
"Asia akan mendorong sebagian besar dari pertumbuhan global selama 20 tahun ke depan," kata Stanchart. Asia yang kerap disebut adalah China, India dan Indonesia.
Pada saat itu, taraf hidup yang diukur dengan pendapatan per kapita riil, akan meningkat sembilan kali lipat di China dan India antara tahun 2000 dan 2030. Peningkatan penghasilan pribadi akan mendorong miliaran orang masuk kelas menengah dan meningkatnya konsumsi akan memacu pertumbuhan ekonomi domestik.
Tingkat pertumbuhan ekonomi China akan menjadi 6,9 persen selama dua dekade mendatang, bahkan menyalip Amerika Serikat untuk sebagai negara adidaya ekonomi dunia dalam satu dekade, yakni pada 2020. Pertumbuhan ekonomi India naik 9,3 persen dalam periode yang sama dan mengekori Amerika Serikat sebagai perekonomian terbesar ketiga pada 2030.
Bagaimana dengan Indonesia?
Menurut laporan tersebut, dalam satu dekade mendatang, Indonesia akan menempati posisi kesepuluh sebagai kekuatan ekonomi dunia. Indonesia berada di bawah Jerman, Prancis, Rusia dan Inggris yang berada di urutan keenam hingga kesembilan.
Namun, pada satu dekade berikutnya atau 2030, Indonesia bukan hanya mengalahkan empat negara tersebut. Indonesia bahkan akan mengalahkan Jepang yang sekarang merupakan kekuatan ekonomi terbesar ketiga dunia setelah Amerika dan China.
Pada saat itu, Indonesia berada di posisi kelima dunia dengan produk domestik bruto US$9,3 triliun sedangkan Jepang di urutan keenam dengan PDB US$8,4 triliun.
Sumber ;
VIVAnews Selasa, 16 November 2010, 16:28 WIB
Heri Susanto
No comments:
Post a Comment