Gugat
UKG Ke Mahkamah Agung.
Tim
penggugat UKG terdiri dari berbagai elemen seperti Federasi Serikat Guru
Indonesia (FGSI), Federasi Guru
Independen Indonesia (FGII), LSM Koalisi
Pendidikan dan Indonesia Corruption Watch (ICW), adalah para guru yang
berdomisili di Jakarta, Banten, Bandung, Medan, dan Indragiri Hilir (Kepulauan
Riau). Kuasa hukum diberikan kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta untuk
mengajukan keberatan atas Permendikbud tersebut. mengajukan permohonan judicial
review ke MA pada hari Rabu (15/8/2012).
Pelaksanaan
uji kompetensi guru (UKG) dinilai bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan
masalah kualitas dan profesionalisme guru yang rendah. Pemerintah justru harus
memperbaiki lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) sebagai penghasil
guru. Dalam diskusi Bedah UKG yang dilaksanakan Pengurus Besar Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI), pengamat pendidikan HAR Tilaar mengatakan, “permasalahan
kualitas dan profesionalisme guru tidak dengan cara instan seperti UKG. Justru
pemerintah mesti mengevaluasi dan mengintrospeksi pasca perubahan IKIP
dijadikan universitas dan setelah adanya UU Guru dan Dosen, perbaikan guru belum
signifikan. Ini karena pemerintah tidak punya tinjauan jauh ke depan dalam
mempersiapkan guru Indonesia."
Terdapat
lima alasan mengapa UKG digugat , yaitu :
Ø Pertama,
definisi UKG yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Permendikbud) Nomor 57/2012 tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor
14/2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74/2008
tentang Guru. "Kompetensi guru diperoleh melalui pendidikan profesi, bukan
UKG. Selain itu kompetensi guru ada empat, bukan dua, dan jika diuji harus
holistik.
Ø Alasan
kedua, Pasal 5 ayat 2 Permendikbud Nomor
57/2012 tentang UKG bertentangan dengan Pasal 3 ayat 4 PP Nomor 74/2008 tentang
Guru. Dalam kedua pasal itu terdapat perbedaan mengenai definisi kompetensi
pedagogik yang harus dikuasai oleh para guru.
Ø Alasan
ketiga adalah mengenai kompetensi profesional guru. Pasal 5 ayat 3 Permendikbud
Nomor 57/2012 dinilai bertentangan dengan Pasal 3 ayat 7 PP No 74/2008 tentang
Guru. Kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional dalam Permendikbud Nomor 57/2012
telah mereduksi, menjauh dari amanat PP 74/2008 tentang ruang lingkup
kompetensi pedagogik dan kompetensi professional.
Ø Alasan
keempat, berkenaan dengan badan penyelenggara
UKG. Terdapat perbedaan isi antara
Permendikbud yang mengatur UKG dengan PP tentang Guru (pasal 3 ayat 9) di mana
penyelenggaraan UKG seharusnya adalah Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP),
bukan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjamin Mutu
Pendidikan (BPSDMP-PMP).
Ø Alasan
kelima, Permendikbud tentang UKG dinilai bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan di atasnya, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan
melanggar Undang-Undang Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.
Menurut
Sekretaris Jenderal FGSI, Retno Listyart Kemdikbud harus menghapus UKG dan mengakui
kekeliruan kebijakannya. Jangan mencari kambing hitam dengan menyalahkan pihak
lain, misalnya operator. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Men) Mohammad Nuh
juga diminta untuk menegur keras dan mengevaluasi Badan Pengembangan Sumber
Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BP SDMP-PMP) sebagai
penyelenggara UKG. “Hal ini disebabkan karena mereka sudah memberi infomasi
yang tidak benar kepada menteri atas kesiapan UKG.
Kemendikbud semestinya
terlebih dahulu membenahi LPTK sebagai pabrik guru, bukan malah menggelar UKG.
Selain itu, kami berkeyakinan mengukur kualitas dan kinerja guru sebaiknya
dilakukan secara holistik dan melibatkan kepala sekolah serta pengawas, bukan
malah memberi soal-soal pilihan ganda.
Federasi
Guru Seluruh Indonesia (FGSI) meminta kepada Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) untuk melibatkan organisasi guru dalam pengambilan
kebijakan yang menyangkut nasib guru, termasuk di antaranya kebijakan Uji
Kompetensi Guru (UKG).
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menjelaskan alasan kementerian
hanya menguji dua dari empat kompetensi yang harus dimiliki guru. Menurutnya,
saat ini, pemerintah belum mampu mengukur kompetensi pribadi dan sosial karena
dua unsur kompetensi itu lebih dipahami oleh pimpinannya di sekolah.
Saya
justru berterimakasih pada pihak yang memperhatikan (menggugat). Jadi bisa
mempelajari dan memperbaikinya. Yang jelas, seburuk-buruknya pengukuran itu
lebih baik ketimbang opini tanpa mengukur.Akan tetapi, lanjut Nuh, dirinya akan
lebih berterimakasih jika pihak-pihak yang mempersoalkan UKG dapat bekerjasama
dengan pemerintah untuk memberikan solusi. Pasalnya, perdebatan hanya akan
menguras waktu dan energi jika tak diimbangi dengan solusi. Tetapi saya lebih
berterimakasih bila semua pihak ikut andil bersama-sama meningkatkan mutu guru.
Kekurangan memang ada, tapi apa gunanya diperdebatkan terus.
Sumber
: